Tugas
Ringkasan Buku Karya Anderson & Krathwohl (2001)
“A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assessing” (halaman 1-23)
Pengajaran merupakan
tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan beralasan. Pengajaran dikatakan
sebagai tindakan beralasan karena apa yang diajarkan adalah yang dianggap
penting bagi peserta didik. Pengajaran dikatakan sebagai tindakan sengaja
karena memang diadakan agar peserta didik dapat mencapai tujuan tertentu.
Dahulu, tujuan memiliki
beberapa istilah, tetapi sekarang tujuan lebih dikenal dengan istilah standar
isi atau standar kurikulum atau kompetensi peserta didik. Tujuan merupakan hal
yang ditentukan guru untuk dicapai peserta didik melalui kegiatan pembelajaran.
Dalam tujuan pendidikan
terdapat satu kata kerja dan satu kata benda. Kata kerjanya merupakan proses
kognitif yang diharapkan dan kata bendanya merupakan pengetahuan yang
diharapkan dapat dikuasai peserta didik. Interelasi antara proses kognitif dan
pengetahuan inilah yang dapat dilihat melalui tabel taksonomi tujuan
pembelajaran. Tabel taksonomi diharapkan dapat menjadi wadah yang berisi
pengalaman, ide, dan objek sehingga memudahkan dalam penggolongan tujuan
pendidikan.
Terdapat empat
pertanyaan mendasar dalam pembelajaran. Pertama, manfaat apa yang diperoleh
peserta didik setelah belajar. Kedua, bagaimana rencana dan pelaksanaan
pembelajaran guna mencapai hasil belajar yang diharapkan pada kebanyakan
peserta didik. Ketiga, pemilihan dan perancangan instrumen dan asesmen yang
akurat untuk mengetahui pencapaian hasil belajar peserta didik. Keempat, keyakinan
akan kesesuaian antara tujuan, aktivitas pembelajaran, dan asesmen.
Belajar bermuara pada
terbentuknya manusia berpendidikan dalam jangka waktu yang lama. Dalam jangka
waktu yang lebih singkat, manfaat belajar agar peserta didik mengetahui makna
dari mata pelajaran yang dipelajari. Oleh karena itu, perlu diajarkan
pengetahun yang benar-benar penting bagi peserta didik dalam waktu yang relatif
terbatas. Dalam kondisi yang demikian, taksonomi pembelajaran membantu guru
mengartikan tujuan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan yang mungkin dapat dilakukan.
Pelaksanaan
pembelajaran akan tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Jika telah diketahui
jenis tujuan yang ingin dicapai dalam taksonomi pembelajaran, maka secara
sistematis dapat direncanakan kegiatan pembelajaran efektif guna mencapai
tujuan. Jika jenis tujuan sama, maka pendekatan pembelajaran akan sama. Jenis tujuan berbeda, pendekatan pembelajaran
akan berbeda pula. Perbedaan ini dapat dilihat dari aktivitas yang
direncanakan, materi pelajaran yang diajarkan, peran guru dan peserta didik.
Jenis tujuan yang
berbeda akan menjadikan pendekatan pembelajaran yang digunakan berbeda.
Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran yang berbeda akan menjadikan asesmen
yang digunakan untuk mengukur capaian tujuan berbeda pula.
Melihat kesesuaian
antara ketiga aspek – tujuan, pembelajaran, dan asesmen – adalah dengan
membandingkan antara masing-masing aspek. Konsistensi pembelajaran peserta
didik menjadi tinjauan utama dalam pembandingan yang dilakukan. Pertama, antara
tujuan dan pembelajaran. Kedua, antara tujuan dan asesmen. Ketiga, antara
pembelajaran dan asesmen.
Guru dapat menjadi
pelaksana kurikulum dan/atau pembuat kurikulum. Guru memperoleh seperangkat
tujuan pembelajaran yang berupa standar isi atau kompetensi dan guru diharapkan
mampu melakukan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mecapai tujuan
tersebut. Dalam konteks ini, guru berperan sebagai pelaksana kurikulum. Selain
itu, guru perlu untuk menganalisis pembelajaran yang dilakukan sehingga mampu
memecahkan masalah yang ditemui dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam konteks
ini, guru berperan sebagai pembuat kurikulum yang akan digunakannya dalam
melaksanakan pembelajaran.
Taksonomi Bloom, dkk
(1956) yang telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001) diharapkan
dapat membantu guru dalam memahami kurikulum, membuat rencana pembelajaran,
merancang asesmen yang sesuai dengan tujuan pembalajaran, dan pada akhirnya
mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
Tujuan yang bermanfaat
menunjukkan jenis perilaku yang akan diajarkan kepada peserta didik dan isi
pelajaran yang membuat peserta didik menunjukkan perilaku tersebut (Tyler, 1949).
Bila disesuaikan dengan taksonomi tujuan yang telah direvisi, maka yang
dimaksud dengan perilaku adalah proses kognitif, sedangkan isi pelajaran adalah
pengetahuan.
Isi dapat diartikan
sebagai materi yang dibicarakan dalam sebuah bidang kajian (biasa disebut subject matter). Jika dilihat dari
pengertian ini, maka isi merupakan substansi dari suatu materi kajian.
Substansi dari suatu kajian umumnya ditetapkan oleh ilmuwan dalam suatu bidang.
Sebagai konsekuensi dari hal ini, substansi dapat berubah-ubah (tentatif)
karena berkembang sesuai dengan perkembangan keilmuan bidang tersebut dan
teknologi. Subject matter dapat
berarti pengetahuan dalam disiplin ilmu, bisa berarti pula materi pelajaran
(pengetahuan yang diajarkan kepada peserta didik). Berkaitan dengan tujuan
pembelajaran, materi pelajaran yang berupa isi materi kajian disiplin ilmu
dibuat dalam paket-peket pembelajaran guna diajarkan pada peserta didik.
Hasil pembelajaran yang
diharapkan adalah perubahan tingkah laku (Tyler). Perilaku siswa dispesifikan
dari umum dan abstrak menjadi khusus dan konkret sehingga memudahkan guru dalam
mengajar dan membelajarkan peserta didik. Perilaku ini dideskripsikan guru dan
hanya dapat diketahui ketika proses belajar terjadi.
Pada tahun 1950-an dan
1960-an, perilaku menjadi kata sifat yang memodifikasi tujuan-tujuan dalam
bidang pendidikan. Tujuan baru yang lebih spesifik dan detail ini mencakup
kondisi yang mengharuskan peserta didik menunjukkan aktivitas belajar dan
mencakup standar-standar performa yang mengindikasikan keberhasilan belajar
peserta didik. Penggantian istilah perilaku dengan proses kognitif dillakukan
untuk membedakan behavior Tyler dan
behaviorisme serta menunjukkan pemanfaatan temuan-temuan ilmiah terbaru. Oleh
karena itu, taksonomi sebagai hasil revisi berisikan empat macam pengetahuan
dan enam kategori proses kognitif dasar.
Beranekaragam tujuan
dalam bidang pendidikan menggambarkan kontinum dari tujuan yang umum ke yang
sangat spesifik. Krathwohl dan Payne (1971) mennyebut tiga tingkat spesifikasi,
yaitu tujuan global, pendidikan, dan instruksional. Tujuan global adalah
sesuatu yang sekarang belum tercapai; sesuatu yang hendak dicapai, dituju, atau
diwujudkan. Tujuan global berfungsi sebagai visi masa depan dan penyeru kepada
pemerintah, pembuat kurikulum, guru dan masyarakat luas. Tujuan pendidikan
lebih spesifik dari tujuan global dan lebih umum dari tujuan instruksional
(yang dibutuhkan guru untuk mengarahkan pembelajaran di kelas) serta menjadi
dasar untuk merencanakan unit-unit pelajaran yang dipelajari peserta didik
dalam tempo mingguan atau bulanan. Tujuan instruksional berfungsi memfokuskan
pembelajaran dan ujian pada materi pelajaran yang sangat spesifik dan sempit
yang dipelajari peserta didik pada waktu tertentu.
Tujuan merupakan akibat-akibat
dan perubahan-perubahan yang diharapkan. Untuk merumuskan tujuan pendidikan,
perlu diketahui pengetahuan dan proses kognitif yang harus dipelajari atau
dimiliki peserta didik. Tujuan pendidikan menjadi jelas setelah aktivitas
pembelajaran atau asesmen dinyatakan dalam kalimat yang menerangkan aktivitas
belajar siswa yang diharapkan.
Istilah yang digunakan
untuk menyatakan tujuan global adalah standar nasional pendidikan. Standar ini
dispesifikan menjadi indikator bagi guru pada level unit pengajaran (bukan
level pokok bahasan), yang dapat dimengerti sebagai tujuan pendidikan.
Tujuan bukan hanya
dirumuskan pada kurikulum berbasis standar, tetapi dalam program-program
pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten. Kebanyakan kurikulum berbasis standar
mencakup tujuan global (yaitu standar) sebagai visi dan tujuan pendidikan
(yaitu indikator) sebagai panduan untuk mendesain unit-unit kurikulum.
Kesulitan dalam membuat rancangan spesifik di tingkat nasional menyebabkan pihak
yang menggunakan pendekatan berbasis standar tidak lagi menetapkan tujuan
instruksional bagi guru. Guru dapat membuat tujuan instruksional berdasarkan indikator-indikator
dengan menspesifikan proses kognitif dan pengetahuan. Jika tidak, dapat
dilakukan dengan pembuatan instrumen asesmen untuk memperjelas makna dan fokus
pembelajaran dari tujuan global dan tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan
seharusnya memuat ide-ide yang lebih luas dan kaya tentang pembelajaran
dibandingkan dengan tujuan instruksional serta memberikan jalan bagi perumusan
tujuan instruksional yang lebih spesifik. Selain itu, tujuan pendidikan memberi
ruang bagi guru untuk menafsirkan dan memilih aspek dalam tujuan pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan peserta didik.
Pengalaman belajar yang
bersifat umum (pencapaian tujuan pendidikan) akan berbeda dengan pengalaman
belajar yang bersifat unik dan khusus (sebagai hasil belajar individual). Tidak
semua hasil belajar yang penting dapat, akan, atau harus dinyatakan dalam
rumusan tujuan secara a priori
(berdasar pemikiran). Akan tetapi, hal ini tidak menghalasngi perumusan hasil
belajar yang penting dan diharapkan karena hasil belajar ini bukan hanya
didapatkan dari pembelajaran di kelas.
Tujuan yang kaku
menggariskan bahwa semua peserta didik memiliki hasil belajar yang sama
tidaklah sepenuhnya dapat didukung. Hal ini karena ada hasil belajar yang
merupakan perkembangan dari aktivitas yaitu hasil belajar ekspresif.
Aktivitas-aktivitas yang membuahkan hasil belajar ekspresif merupakan proses
belajar, tetapi apa yang ingin peserta didik pelajari dengan melakukan
aktivitas-aktivitas tersebut tidak dapat ditentukan sebelumnya. Tujuan
ekspresif menjadi arah, bukan sasaran belajar. Sampai batas tertentu tujuan
pendidikan merupakan tujuan eksperesif. Tidak semua siswa belajar sesuatu yang
sama dari pembelajaran yang sama dengan tujuan instruksional yang sama pula.
Asesmen autentik atau
asesmen performa memungkinkan siswa memperlihatkan beragam respon terhadap satu
atau banyak pertanyaan asesmen yang sama. Bentuk-bentuk asesmen ini lebih
sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan daripada tujuan global dan
instruksional. Oleh karena sebuah asesmen hanya berisikan sedikit sampel
pertanyaan asesmen, makin umum sebuah tujuan, makin banyak kemungkinan
pertanyaan asesmen, dan prestasi peserta didik dalam menjawab pertanyaan
asesmen makin tidak merepresentasikan proses belajarnya yang luas. Rumusan
tujuan dalam sebagian mata pelajaran memiliki keterbatasan.
Tujuan yang dimaksud
oleh Anderson & Krathwohl (2001) merupakan apa yang harus dipelajari
peserta didik sekaligus apa yang merupakan hasil pembelajaran. Format standar
yang disajikan adalah “Siswa dapat atau belajar + kata kerja (proses kognitif) +
kata benda (pengetahuan)”. Tujuan yang disarankan adalah tujuan pendidikan
(yang bersifat moderat).
Proses belajar yang
bersifat insidental senantiasa berlangsung di setiap sekolah dan kelas.
Pengalaman belajar ekspresif menghasilkan banyak sekali reaksi dan respon yang
tak terprediksi dan sangat bergantung pada diri peserta didik. Proses belajar insidental
dan pengalaman belajar ekspresif memiliki kepentingan dan manfaat tersendiri
dalam pembelajaran meskipun tidak turut di bahas dalam buku ini.
Anderson,
L.W. & Krathwohl D.R. 2001. A
Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy
Educational Objectives: Abridged Edition. New York: Longman, Inc.
Komentar
Posting Komentar