Langsung ke konten utama

Refleksi II


Nama   : Destri Ratna Ma’rifah
NIM    : 12708251072
Kelas   : Pend. Sains (D)
Refleksi Kuliah Kedua Filsafat Ilmu

Jawaban-jawaban Filsafat
Pada perkuliahan kedua pada minggu kemarin, Dr. Marsigit bersama kami membahas mengenai pertanyaan yang kami ajukan kepada beliau. Dari sekian banyak pertanyaan, beliau berusaha untuk menjawabnya. Meskipun demikian, tidak semua pertanyaan dapat terjawab, karena waktu juga ikut berbicara. Manusia dapat berbicara, hewan dapat berbicara, bahkan tumbuhan pun dapat berbicara. Dan pada akhirnya atom-atom pun berbicara, bertasbih pada Tuhan. Sehingga waktu pun dapat berbicara.
Pada proses menjawab berbagai pertanyaan, tak ada salahnya untuk menjjawab secara ilmu. Tetapi, dalam mencoba belajar dengan filsafat, jawaban-jawaban filsafatlah yang diharapkan. Sehingga dalam kita menghadapi persoalan ke depannya, tak hanya sekedar pada seberapa jauh materi yang kita mmiliki, tetapi juga pada dasarnya ilmu itu berawal, filsafat.
Mengapa matahari terbit dari timur? Karena itu ada dalam kesadaranku, karena itu adalah penyampaian dari orang tuaku, karena itu telah ada dalam pikirku.
Sesuatu yang mungkin ada akan menjadi ada saat aku telah memasukkannya ke dalam pikiranku. Sesuatu yang mungkin ada itu, dapat saja aku temukan dimanapun yang di luar diriku. Saat aku telah meyakininya, aku telah menemukannya. Tapi, tidak berhenti sampai di sana karena aku perlu tahu dan perlu belajar, mengapa hal ini bias demikian. Sampai pada saatnya aku tak mampu belajar lagi, karena jiwa telah keluar dari raganya. Karena tubuh berbicara, tangan berbicara, kaki berbicara, dan waktu pun berbicara.
Batu pun berbicara. Batu berbicara ketika ia menjadi tanda dari suatu kehidupan. Batu berbicara ketika ia berpikir. Meski terkadang aku sulit memahaminya.
Jawaban-jawaban dalam filsafat ku rasakan tentantif. Karean ia berkenaan dengan ruang dan waktu. Kaitan ini menjadikan bahwa dalam filsafat tidak ada hokum identitas yang berlaku. Karena saat aku berkata aku adalah aku, aku yang kedua muncul setelah yang pertama, berjeda sekitar sekian detik. Sehingga tak ada aku yang adalah aku.
Melihat jawaban yang begini, masih ditambah lagi dengan jawaban yang  yang dapat merupakan hasil “galian” pemikiran terhadap aspek-aspek lain. Dari ranah material hingga spiritual. Nah, saat sampai pada ranah spiritual ini, maka serahkanlah jawabannya pada filsafat hati. Biarkan hati berpikir. Biarkan hati berbicara. Karena tak ada yang dapat menjangkau spiritualitas kecuali hati yang bersih dan terbimbing.
Manusia adalah makhluk terbatas, yang bisa dilakukannya hanyalah mencoba, berusaha, berlatih, belajar, berikhttiar menuju keharmonisan dalam hidup. Keharmonisan mutlak ini dapat aku analogikan dengan kesempurnaan hidup. Yang menurut pernyataan Dr. Marsigit, yang juga teryakini olehku karena aku meyakini Tuhanku, bahwa sebenar-benar manusia tidak akan pernah dapat meraih keharmonisan mutlak itu. Karena keharmonisan mutlak ini hanya milik Tuhan.
Hidup ini adalah menyeluruh, kaffah. Maka bila ada yang tidak demikian, maka ada salah satu aspek dalam diri orang tersebut yang tercederai, yang sakit, yang luka. Entah penyebabnya berasal dari diri pribadi, dari orang lain, atau dari lingkungan. Bilapun, ada yang memiliki sebagian diantara yang lain, ada sehat tapi tidak mau sakit, ada dingin tapi tidak mau panas. Dingin ada karena ada panas, kondisi sehat disebut karena ada kondisi sakit. Segalanya saling melengkapi dan member arti sesuai perannya masing-masing.
Lantas, mengapa harus mempertanyakan hal yang telah jelas?
Seperti halnya sehat akan muncul saat ada kondisi yang disebut sakit. Begitu pula kejelasan akan muncul saat terdapat kondisi ketidakjelasan. Yang kemudian akan diteliti agar dapat memperoleh kejelasan yang  dapat berlaku secara umum.
Akan tetapi, tidak hanya sampai di sini. Karena segalanya berhubungan dengan ruang dan waktu yang spesifik, maka kejelasan di detik ini belum tentu akan menjadi jelas untuk detik berikutnya. Karenanya, belajar dan belajarlah terus sebagai usaha, ikhtiar manusia dalam memperoleh kejelasan. Meskipun, entah kapan akan berakhir, waktu yang akan berbicara.
Proses berfilsafat yang dapat dilakukan dengan sendiri. Karena memperbaiki diri tentu akan lebih mudah bila dibandingkan dengan memperbaiki orang lain, bahkan dalam keluarga sendiri. Jawaban filsafat pun dapat ditemukan sendiri oleh orang yang bersangkutan dengan menggunakan olah pikirnya, memakai bahasa analog serta berfikirnya secara reflektif.
Filsafat telah ada tentunya sejak manusia yang mana ia berfikir secara reflektif guna menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupannya. Tetapi, guna mempelajarinya, yang dalam hal ini adalah terus-menerus dapat dipelajari, maka perlu mempelajarinya dari catatan-catatan terdaluhu pada masa Yunani kuno.
Berfilsafat perlu menggunakan pengetahuan, pengalaman yang tidak nol. Tetapi, memerlukan ego, kesombongan diri yang nol. Dengan meng-nol-kan ego diri, pengetahuan dapat masuk, meresap ke dalam diri sehingga sari-sari dalam menjadi milik diri yang pada akhirnya teryakini bila telah dipelajari dengan pikiran jernih dan hati bersih-terbimbing. Pengetahuan, pengalaman mampu membantu proses peng-nol-an ego diri, dan hal ini perlu dilatih.
Manusia memang berego. Ego ini dapat aku bilang sebagai nafsu ke-aku-an diri. Bahwa “aku” sudah jelas cerdas, sudah jelas pintar, sudah jelas membaca. Segala kejelasan yang “aku” miliki ini, tak lain adalah penyakit egoku. Bahkan pertarungan, jihad yang paling berat bagi diri adalah jihad melawan hawa nafsu. Karenanya, dengan pengalaman, pengetahuan dan latihan diharapkan kita dapat menurunkan ego diri, sehingga proses belajar, belajar, dan terus belajar dapat senatiasa dilakukan.
Semakin banyak aku belajar, semakin aku tahu bahwa banyak yang tidak aku ketahui.
Selain belajar terus-menerus sepanjang hayat, manusia juga haruslah berdoa kepada Tuhan. Bahkan ntuk segala hal. Karena telah aku yakini dari kitab suci yang aku baca, bahwa manusia tak berdaya, hingga mintalah kepada Tuhanmu.

Pertanyaan:
1.      Akankah kita dapat terhindarkan dari kemunafikan saat kita berfilsafat? Bilamana hal ini dapat terjadi?
2.      Bagaimana fenomena déjà-vu bila dilihat dari sudut pandang filsafat?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mencari

setiap kita adalah pencari pencari makna pencari makan pencari berita   bagi para pencari proses ini tidak akan berhenti, karena belajar salah satunya dengan mencari   yang kemudian perlu dijadikan pagar adalah bahaimana pencarian berlandaskan pada aturan yang tidak menyimpang dan disertai permohonan agar tetap diberikan petunjuk oleh Yang Maha Menciptakan

reflect

cerita sore hari kemarin seperti biasa aku pulang menempuh jalan yang biasa aku lalui dan sebagaimana biasanya, macet melanda hampir 1 kilometer sebelum lampu merah di pertigaan jalan besar itu dan.. jika aku lebih sering menghindar dari kemacetan dengan menggunakan jalur yang lain lewat ring road utara tapi semalam, entah aku berkeyakinan dapat menembus kemacetan dengan sabar sehingga jalur yang aku lalui jalur biasanya dan baik saja hasil dari menempuh kemacetan itu ternyata adalah....... jalur biasanya dialihkan ^o^ sudah cukup lam berada dalam kemacetan, sampai di pertigaan justru tidak bisa lurus seperti biasanya malah diminta untuk memutar jalan ke utara yang pastinya di putaran itu (u-turn) juga pasti ramai dan macet alhasil, aku pun memilih untuk memutar lebih jauh dan menuju putaran yang bisa aku temui jika aku lewat jalan alternatif ring road tadi pelajaran yang dapat kupetik sebagaimanapun kita menyikapi positif apa yang ada di hadapan kita tetaplah

drama

Hidup itu adalah drama Tak jarang kita melontarkan kalimat "ah, drama!" pada apa yang terjadi pada orang di sekitar kita ketika ia bercerita Tapi, ingatkah kita? Bahwa hidup kita pun adalah drama Drama yang kita lalui Drama yang kita lah pemeran utamanya Tapi kenapa? Kita baru menyebut drama ketika orang lain bercerita Ketika kita tidak ada di sana sebagai pemeran utama Apakah karena kita lebih suka mengamati drama orang lain? Ataukah karena kita tidak berani menjadi tokoh utama dalam drama kita sendiri? Mana yang benar ini?