Langsung ke konten utama

hubungan dan saling berhubungan


Manusia akan senantiasa untuk menjalankan fungsinya, sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai makhluk sosial, ia akan cendurung untuk bersosialisasi dengan cara berkomunikasi. Cara komunikasi inilah yang mampu menjadi salah satu solusi dalam mengurangi determinism.
Terdapat empat tingkatan komunikasi yang dijalin oleh manusia. Bila diurutkan dari tingkat terbawah hingga teratas, yaitu material, formal, normative, dan spiritual. Dimulai dari hal-hal material, yang bersifat fisik (kebendaan). Formal yang berupa tulisan-tulisan. Normative, yang berhubungan dengan norma-norma. Hingga komunikasi spiritual yang meliputi keyakinan akan hubungan manusia dengan Tuhannya.
Pada tataran Spiritual, Sain adalah Rakhmat dan Karunia Tuhan. Pada tataran Filsafat atau tataran Normatif, Sain adalah sumber-sumber ilmu, macam-macam ilmu dan pembenaran ilmu. Maka pada tataran Filsafat atau Normatif, Sain adalah Pikiran Para Filsuf; dia meliputi metode berpikir dan pembenarannya. Pada tataran Filsafat maka Sain itu tidak lain tidak bukan adalah Epistemologi itu sendiri. Pada tataran Formal, Sain adalah berbagai macam ilmu pengetahuan yang merupakan ilmu-ilmu bidang atau ilmu-ilmu cabang. Pada tataran Formal, umumnya Sain bersifat positive dengan metode utamanya adalah metode ilmiah. Sedangkan pada tataran Material, maka Sain merupakan teknologi (terapan) yang menghasilkan karya-karya atau produk yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, termasuk kebutuhan melakukan eksplorasi alam semesta (Marsigit, 2012).
Berbagai komunikasi yang telah disebutkan di atas merupakan hierarki yang terikat pada ruang dan waktu. Keempat-empatnya akan mengandung arti bila telah dikaitkan dengan ruang maupun waktu. Suatu bahan ajar akan dibutuhkan oleh sekolah yang belum memiliki bahan belajar tersebut pada suatu waktu tertentu, selama belum ada bahan ajar tesebut di sekolahan yang dimaksud.
Dalam merefleksikan tiap kejadian dalam kehidupannya, manusia sudah selayaknya untuk tidak  terlaku mencampuri tataran pada spiritual. Karena yang mengerti bahasa spiritual tidak melulu dengan pikiran, terkadang manuisa hanya butuh keyakinan.
Objek ontology adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Ontology membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh perwujudan tertentu. Ontology membahas tentang yang ada, yang universal. (Muhadjir, 1998).
Dalam pandangan Heidegger ilmu tentang yang ada merupakan transcendental temporal science, ilmu transenden yang temporal. Mkana transenden pada pustaka Barat pada umunya diartikan dunia objektif universal. Dermikian pula makna metafisik, sebagai dataran objektif universal. Berbeda dengan makna transenden dan metafisik dalam pustaka keagamaan (Muhadjir, 1998).
Terdapat tiga macam sensasi, yaitu kenal, ulang, dan berkembang. Hal ini memungkinkan bahwa dalam suatu pengetahuan, perlu didefinisikan terlebih dulu tentang objek atau subjek yang diamati. Setelahnya, perlu adanya pengulangan untuk lebih memantapkan pengetahuan awal yang dimiliki, dengan percobaan-percobaan guna menggali lebih dalam tentang pengetahuan tersebut. Bahkan untuk mencari korelasi yang lebih luas dari pengetahuan yang dimaksud. Sehingga dengan demikian, pengetahuan tersebut dapat berkembang, dapat memberikan manfaat bagi pengembangnya.
Dalam kaitannya dengan sisi spiritual, terdapat berbagai macam transenden. Transenden itu sendiri merupakan metode yang digunakan oleh para dewa (yang dipercayai pada masa zaman Yunani Kuno). Pengetahuan para dewa adalah deduksi transenden. Hal ini menyebabkan segalanya dianggap bermula dari dewa, bahkan untuk urusan-urusan yang sebenarnya mampu dipikirkan oleh akal pikiran manusia pada jaman itu. Tata karma para dewa adalah estetika transenden. Prinsip para dewa adalah prinsip transenden. Kesalahan para dewa adalah paralogis. Pengetahuan yang dianggap dari dewa ini cenderung merupakan mitos bagi manusia (pada zaman tersebut), sehingga kesalahan dari para dewa merupakan kebalikan dari mitos-mitos tersebut, yakni logos, paralogos.
Referensi:
Marsigit. Metafisika Filsafat. http://www.powermathematics.blogspot.com/2012/10/metafisika-filsafat.html.  (diakses pada Senin, 15 Oktober 2012 puku; 22.20 WIB).
Noeng Muhadjir. 1998. Filsafat Ilmu: Telaah Sistematis Fungsional Komparatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Pertanyaan:
1.      Perbedaan transenden dalam bidang filsafat dan agama akankah menimbulkan konflik pada masa yang akan datang?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mencari

setiap kita adalah pencari pencari makna pencari makan pencari berita   bagi para pencari proses ini tidak akan berhenti, karena belajar salah satunya dengan mencari   yang kemudian perlu dijadikan pagar adalah bahaimana pencarian berlandaskan pada aturan yang tidak menyimpang dan disertai permohonan agar tetap diberikan petunjuk oleh Yang Maha Menciptakan

sejarah filsafat

SEJARAH ALIRAN FILSAFAT A.     Pendahuluan Filsafat   adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika (Anonim, 2012). Sebelum dikenal filsafat, masyarakat lebih mempercayai adanya mitos-mitos dalam kehidupan mereka. Setiap hal dianggap sebagai sesuatu yang wajar terjadi dan yang telah menjadi mitos sebelum-sebelumnya. Hal ini menjadikan masyarakat pada zaman itu hanya berpedoman pada mitos dan belum memikirkan akan apa yang mungkin mendasari kejadian-kejadian yang mereka alami dalam kehidupan. Kejenuhan terhadap mitos yang dengan jelas tidak mampu menjelaskan kejadian yang mereka ala...

Tugas Akhir Filsafat

PEMBELAJARAN DI BALIK LINGKUNGAN BAB I PENDAHULUAN Manusia disebut sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai makhluk individu, ia memiliki privasi yang yang menjadikannya berada pada dimensi yang lain dari orang lain. Sebagai makhluk sosial, ia memiliki hak dan kewajiban untuk dapat berada dalam suatu masyarakat beserta lingkungannya. Manusia dalam perjalanan hidupnya tidak dapat dipisahkan dari lingkungan. Lingkungan dapat berupa kondisi fisik lingkungannya maupun kondisi sosial budaya masyarakatnya. Manusia guna melaksanakan fungsi dan kodratnya, perlu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan dari lingkungan. Dewasa kini, kondisi lingkungan baik secara fisik maupun sosial telah mengalami penurunan. Sering kali kita mendengar mengenai tawuran antar pelajar hingga tawuran antar rukun tetangga di suatu daerah. Hal ini munjukkan kemerosotan nilai-nilai dalam menjaga lingkungan agar tetap harmoni. Hal ini berkenaan dengan lingkungan sosial manusia. Cuaca panas-dingin ya...