Langsung ke konten utama

sejarah filsafat

SEJARAH ALIRAN FILSAFAT


A.    Pendahuluan
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika (Anonim, 2012).
Sebelum dikenal filsafat, masyarakat lebih mempercayai adanya mitos-mitos dalam kehidupan mereka. Setiap hal dianggap sebagai sesuatu yang wajar terjadi dan yang telah menjadi mitos sebelum-sebelumnya. Hal ini menjadikan masyarakat pada zaman itu hanya berpedoman pada mitos dan belum memikirkan akan apa yang mungkin mendasari kejadian-kejadian yang mereka alami dalam kehidupan.
Kejenuhan terhadap mitos yang dengan jelas tidak mampu menjelaskan kejadian yang mereka alami dalam kehidupan, membuat masyarakat berpikir mengenai mitos tersebut bermula dari pengamatan kondisi alam. Orang mulai berpikir tentang kejadian yang terjadi di ala mini pasti ada sebabnya sehingga mengakibatkan suatu kejadian. Pada masa ini masyarakat dapat dikatakan lebih maju dalam upayanya memahami kejadian yang mereka alami dalam kehidupan.
Setelah zaman ini, mulai ada orang-orang yang beranggapan bahwa semua kejadian ada yang mengatur, yaitu Tuhan. Berangkat dari pengertian ini manusia mulai menyadari bahwa segalanya akan menuju pada satu hakikat yaitu Tuhan, sehingga suatu kejadian itu tidak hanya terjadi karena suatu sebab melainkan juga karena kehendak Tuhan.
Filsafat yang telah berkembang dalam waktu yang lama. Hingga dewasa kini telah berkembang berbagai macam aliran filsafat di luar aliran yang berkembang pada masa-masa sebelumnya. Dalam setiap aliran, terdapat tokoh-tokoh pemikir maupun yang mengilhaminya. Sejarah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari filsafat. Meski hanya mengambil sekelumit dari sejarah filsafat yang begitu luas, harapannya semoga dapat menjadi pembelajaran bagi penulis dan pembaca.
B.     Pembahasan
Filsafat berasal dari bahasa Yunani: Φιλοσοφία Philosophia yang berarti pencinta kebijaksanaan (Anonim, 2012). Berawal dari asal kata ini dapat dimengerti bahwa filsafat sendiri berasal dari bangsa Yunani.
Dengan berkembangnya pola fikir manusia, maka berkembang pula tentang pemikiran dan pembahasan di dalam filsafat. Filsafat klasik di dominasi oleh rasionalisme, filsafat abad pertengahan didominasi dengan doktrin-doktrin agama Kristen selanjutnya filsafat modern didominasi oleh rasionalisme sedangkan filsafat kontemporer didominasi oleh kritik terhadap filsafat modern.
Masa Klasik
Sejarah filsafat Yunani dimulai sekitar abad ke-6 SM. Zaman ini sering disebut juga sebagai zaman peralihan dari mitos ke logos. Sebelum masa ini, banyak orang yang bercerita tentang alam semesta dan kejadian di dalamnya terjadi berkat kuasa gaib dan adikodrati, seperti adanya kuasa para dewa-dewi. Mitos-mitos seperti ini kerap sekali ditemukan di dalam sastra-sastra Yunani (Anonim, 2012).
Ada tiga filsuf dari kota Miletos yaitu Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Ketiganya secara khusus menaruh perhatian pada alam dan kejadian-kejadian alamiah, terutama tertarik pada adanya perubahan yang terus menerus di alam. Mereka mencari suatu asas atau prinsip yang tetap tinggal sama di belakang perubahan-perubahan yang tak henti-hentinya itu. Thales mengatakan bahwa prinsip itu adalah air, Anaximandros berpendapat to apeiron atau yang tak terbatas sedangkan Anaximenes menunjuk udara (Sunny, 2009).
Setelah kemunculan tiga tokoh filsafat tersebut, muncullah Phytagoras dengan beberapa hasil pemikiran terkenalnya. Pertama, jiwa tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam hewan, dan setelah hewan itu mati jiwa itu pindah lagi dan seterusnya,tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa dapat selamat dari reinkarnasi itu. Kedua, pertemuannya tentang interval-interval utama dari tangga nada yang diekspresikan dengan perbandingan dengan bilangan-bilangan, Pythagoras menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai oleh hukum matematis. Bahkan katanya segala-galanya adalah bilangan. Ketiga, mengenai kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa jagat raya bukanlah bumi melainkan Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan pusat dari sebuah rumah (Sunny, 2009).
Masih pada jaman Pythagoras ada seorang filsuf terkenal, Herakleitos. Herakleitos menyatakan bahwa api sebagai dasar segala sesuatu. Api adalah lambang perubahan, karena api menyebabkan kayu atau bahan apa saja berubah menjadi abu, sementara apinya sendiri tetap menjadi api. Herakleitos juga berpandangan bahwa di dalam dunia alamiah tidak sesuatu pun yang tetap. Segala sesuatu yang ada sedang menjadi. Pernyataannya yang terkenal adalah ‘Pantarhei kai uden menei’ yang artinya semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal tetap.
Parmenides (540 SM - 470 SM) adalah seorang filsuf yang pemikiran filsafatnya bertentangan dengan Herakleitos. Parmenides berpendapat bahwa segala sesuatu "yang ada" tidak berubah. Ia merupakan filsuf pertama yang disebut sebagai peletak dasar metafisika. Parmenides berpendapat bahwa ‘yang ada’ ada, ‘yang tidak ada’ tidak ada. Konsekuensi dari pernyataan ini adalah yang ada 1) satu dan tidak terbagi, 2) kekal, tidak mungkin ada perubahan, 3) sempurna, tidak bisa ditambah atau diambil darinya, 4) mengisi segala tempat, akibatnya tidak mungkin ada gerak sebagaimana klaim Herakleitos. Para filsuf ini dikenal sebagai filsuf monism, karena mereka berpendirian bahwa realitas seluruhnya bersifat satu, terdiri atas satu unsur saja.
Berikut ini para filsuf yang dikenal sebagai filsuf pluralis, karena pandangannya yang menyatakan bahwa realitas terdiri atas banyak unsur. Empedokles menyatakan bahwa realitas terdiri dari empat rizomata (akar) yaitu api, udara, tanah dan air. Perubahan-perubahan yang terjadi di alam dikendalikan oleh dua prinsip yaitu cinta (Philotes) dan benci (Neikos). Empedokles juga menerangkan bahwa pengenalan (manusia) berdasarkan prinsip yang sama mengenal yang sama. Pluralis yang berikutnya adalah Anaxagoras, yang mengatakan bahwa realitas adalah terdiri dari sejumlah tak terhingga spermata (benih). Perubahan yang membuat benih-benih menjadi kosmos hanya berupa satu prinsip yaitu Nus yang berarti roh atau rasio. Nus tidak tercampur dalam benih-benih dan Nus mengenal serta mengusai segala sesuatu. Karena itu, Anaxagoras dikatakan sebagai filsuf pertama yang membedakan antara "yang ruhani" dan "yang jasmani".
Pluralis Leukippos dan Demokritos juga disebut sebagai filsuf atomis. Atomisme mengatakan bahwa realitas terdiri atas banyak unsur yang tak dapat dibagi-bagi lagi, karenanya unsur-unsur terakhir ini disebut atomos. Jumlah atom tidak berhingga dan tidak mempunyai kualitas, sebagaimana pandangan Parmenides atom-atom tidak dijadikan dan kekal. Tetapi Leukippos dan Demokritos menerima ruang kosong sehingga memungkinkan adanya gerak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari dua hal: yang penuh yaitu atom-atom dan yang kosong.
Plato dikenal sebagai filsuf yang beraliran idealis karena ia memiliki pandangan terhadap idea-idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung padaidea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Anonim, 2012).
Aristoteles (384 SM - 322 SM) adalah seorang filsuf Yunani kuno yang memasukkan teologi ke dalam cabang metafisika. Dia juga mengatakan bahwa teologi sebagai pusat dalam filsafat. Pada abad kedua puluh, para filsuf berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan teologis tersebut (Anonim, 2012). Aristoteles mengembangkan cara berpikir deduktif dan induktif. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk memperoleh pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan.
Pemikiran-pemikiran Aristoteles dipengaruhi oleh tokoh-tokoh filsafat sebelumnya, antara lain: Parmenides, Socrates, Plato, Herakleitos, Democritos. Selain dipengaruhi oleh filsuf lain, hasil pemikiran Aristoteles juga turut mempengaruhi hasil pemikiran filsuf setelahnya. Filsuf yang karyanya turut dipengaruhi oleh hasil karya Aristoteles antara lain: Alexander Agung, Avicenna, Averroes, Maimonides, Albertus Magnus, Thomas Aquinas, Duns Scotus, Ptolemy, Copernicus, Galileo.
  Pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 – 1198) (Anonim, 2012).
Neoplatonisme dibangun oleh Plotinus (204-70 SM) yang merupakan filosof besar fase terakhir Yunani. Neoplatonisme merupakan rangkaian terakhir dari fase Helenisme Romawi, yaitu suatu fase pengulangan ajaran Yunani yang lama, jadi aliran ini masih berkisar pada filsafat Yunani, yang teramu dalam mistik (tasawuf Timur), dan juga digabung dengan berbagai aliran lain yang mendukung. Akibatnya, di dalamnya kadang terjadi tabrakan antara filsafat Yunani dengan agama-agama samawi. Dalam neoplatonisme ini terdapat unsur-unsur Platonisme, Phytagoras, Aristoteles, Stoa, dan mistik Timur, jadi, berpadu antara unsur-unsur kemanusiaan, keagamaan dan mistik. Plotinus percaya bahwa ciptaan melimpah (atau mengalir) dari Yang Esa yang adalah Yang Baik. Segala sesuatu yang ada pasti baik, atau memuat kebaikan, kalau tidak ia tidak dapat ada sama sekali (Anonim, 2012).
Abad Pertengahan
Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya.
Pada abad pertengahan, filsafat mulai terbatasi oleh keberadaan gereja. Gereja yang dimaksudkan adalah kekuasaan kekristenan. Segala wahyu Tuhan merupakan kebenaran hakiki, yang tidak boleh tergoyahkan oleh pemikiran manusia. Karena inilah kebebasan berpikir menggunakan akal yang semula diperoleh pada masa Yunani, menjadi terbatasi pada masa ini. Secara garis besar, filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu Zaman Patristik dan Zaman Skolastik.
Patristik berasal dari kata patres (bentuk jamak dari pater) yang berarti bapak-bapak. Yang dimaksudkan adalah para pujangga Gereja dan tokoh-tokoh Gereja yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual kekristenan. Mereka khususnya mencurahkan perhatian pada pengembangan teologi, tetapi dalam kegiatan tersebut mereka tak dapat menghindarkan diri dari wilayah kefilsafatan. Masa Patristik dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat). Bapak Gereja terpenting pada masa itu antara lain Tertullianus (160-222), Justinus, Clemens dari Alexandria (150-251), Origenes (185-254), Gregorius dari Nazianza (330-390), Basilus Agung (330-379), Gregorius dari Nyssa (335-394), Dionysius Areopagita, Johanes Damascenus, Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus (354-430).
Zaman Patristik mulai mengalami kemunduran pada abad ke-5 hingga ke-8. Setelah itu, dimulailah zaman Skolastik yang dimulai sejak abad ke-9. Filsafat ini disebut “Skolastik” (dari kata Latin “scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah, biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional.
Tokoh-tokoh terpenting masa skolastik adalah Boethius (480-524), Johannes Scotus Eriugena (810-877), Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura (1221-1274), Singer dari Brabant (sekitar 1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar 1205-1280), Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308), Gulielmus dari Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (1401-1464).
Masa skolastik dibagi menjadi tiga yaitu Skolastik awal (800-120), puncak perkembangan skolastik (abad ke-13), dan skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14 sampai abad ke-15). Periode skolastik awal ditandai oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Periode puncak perkembangan skolastik : dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi. Filsafat Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi. Periode skolastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan pemikiran islam yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.
Pada abad pertengahan ini, bermunculan para filsuf Islam. Meskipun berasal dari Timur Tengah dan tidak mengenal secara langsung dengan Aristoteles, pemikiran mereka dipengaruhi oleh karya-karya filsafati dari Aristoteles. Para ahli fikir Islam (Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat besar bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui atas peranan ahli fikir Islam yang mengantarkam kemoderenan bangsa barat.
Abad Pertengahan berakhir pada abad 15 dan 16 atau pada akhir masa Renaissance. Akhir dari abad ini dapat ditandai oleh mulai maraknya pemikiran mengenai rasionalisme.
Masa Modern
Filsafat Modern adalah pembagian dalam sejarah Filsafat Barat yang menjadi tanda berakhirnya era skolastisisme. Waktu munculnya filsafat modern adalah abad ke-17 hingga awal abad ke-20 di Eropa Barat dan Amerika Utara. Filsafat Modern ini pun dimulai sejak munculnya rasionalisme lewat pemikiran Descartes.
Hal-hal yang menandai masa modern, yaitu berkembang pesatnya berbagai kehidupan manusia Barat, khususnya dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan ekonomi. Usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani-Romawi. Pada masa ini suasana kristiani berpengaruh terhadap hasil-hasil pemikiran para tokoh filsafat.
Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia.
Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggris ini yaitu menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kecil (atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat. Semua gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan. Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).
Tokoh-tokohnya
1. Rene Descartes (1596 -1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4. G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)
Rene Descartes merupakan filsuf yang paling terkenal pada masa filsafat modern ini. Rene Descartes (1596-1650) diberikan gelar sebagai bapa filsafat modern. Dia adalah seorang filsuf Perancis. Descartes belajar filsafat pada Kolese yang dipimpin Pater-pater Yesuit di desa La Fleche. Descartes menulis sebuah buku yang terkenal, yaitu Discours de la method pada tahun 1637. Bukunya tersebut berisi tentang uraian tentang metode perkembangan intelektuilnya. Dia dengan lantang menyatakan bahwa tidak merasa puas dengan filsafat dan ilmu pengetahuan yang menjadi bahan pendidikannya. Dia juga menjelaskan bahwa di dalam dunia ilmiah tidak ada sesuatu pun yang dianggapnya pasti. Segala sesuatu dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya memang dipersoalkan juga (Anonim, 2012).
Karya filsafat Descrates dapat dipahami dalam bingkai konteks pemikiran pada masanya, yakni adanya pertentangan antara scholasticism dengan keilmuan baru galilean-copernican. Atas dasar tersebut ia dengan misi filsafatnya berusaha mendapatkan pengetahuan yang tidak dapat diragukan. Metodenya ialah dengan meragukan semua pengetahuan yang ada, yang kemudian mengantarkannya pada kesimpulan bahwa pengetahuan yang ia kategorikan ke dalam tiga bagian dapat diragukan (Anonim, 2012). Descartes adalah seorang filsuf rasionalisme yang kemudian menginspirasi pemikiran Spinoza dan Leibniz. Rasionalismenya ditentang oleh para filsuf empirisme seperti Hobbes, Locke, Berkeley, Rousseau dan Hume.
Filsuf rasionalis selanjutnya adalah Leibniz. Gotfried Wilhem Leibniz (1 Juli 1646 - 14 November 1716) adalah seorang filsuf Jerman keturunan Sorbia dan berasal dari Sachsen. Leibniz meyakini bahwa ilmu pengetahuan adalah proses pencarian kebenaran ini, bukan sekedar pengumpulan fakta, tetapi sebuah proses mengerucut yang semakin mendekati kebenaran. Seluruh kebenaran empiris bisa direduksi menjadi prinsip-prinsip umum yang universal. Ia bahkan melampaui batas-batas ilmu alam, dengan juga menerapkan prinsip-prinsip universal ini pada ranah lain yaitu masalah politik, sosial dan religius.
Filsuf empiris yang pertama dan terkenal adalah John Locke. John Locke (lahir 29 Agustus 1632 - meninggal 28 Oktober 1704 pada umur 72 tahun) adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Bersama dengan rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting di era Pencerahan Selain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu Kemudian Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Filsuf empiris yang kedua adalah David Hume. David Hume (26 April, 1711 - 25 Agustus, 1776) adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia.
Hume memulai filsafat dengan menyatakan bahwa manusia mempunyai dua persepsi, yaitu kesan dan gagasan. Kesan adalah pengindraan langsung atas realitas lahiriah sedangkan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan semacam itu.
Hume mengajukan tiga argumen untuk menganalisis sesuatu, pertama, ada ide tentang sebab akibat (kausalitas). Kedua, karena kita percaya kausalitas dan penerapannya secara universal, kita dapat memperkirakan masa lalu dan masa depan kejadian. Ketiga, dunia luar diri memang ada, yaitu dunia bebas dari pengalaman kita. Dari tiga dasar kepercayaan Hume tersebut, ia sebenarnya mengambil kausalitas sebagai pusat utama seluruh pemikirannya. Ia menolak prinsip kausalitas universal dan menolak prinsip induksi dengan memperlihatkan bahwa tidak ada yang dipertahankan. Jadi, Hume menolak pengetahuan apriori, lalu ia juga menolak sebab-akibat, menolak pula induksi yang berdasarkan pengalaman. Segala macam cara memperoleh pengetahuan, semuanya ditolak. Inilah skeptis tingkat tinggi. Sehingga Solomon menyebut Hume sebagai ultimate skeptic. Dikarenakan sifat skeptisnya yang berlebihan Hume juga tidak mengakui adanya Tuhan.
Dari berbagai penjelasan yan disimpulkan oleh Hume sebenarnya merupakan bentuk dari penentangannya terhadap paham rasionalisme. Ia mengatakan bahwa hanya dengan berpikir, tanpa informasi dari pengalaman indera, kita tidak mengetahui apa - apa tentang dunia. Tapi dengan bantuan pengalaman juga kita tidak dapat mengetahui hakikat sesuatu. Ini jelas menunjukkan sikap skeptis yang ada pada Hume. Karena ilmu pengetahuan dan filsafat sama sekali berdasarkan kausalitas, Hume harus menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat tidak mampu mencapai kepastian dan tidak pernah melebihi taraf probabilitas. Kebenaran yang bersifat apriori seperti ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan kita hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau secara a posteriori.
Ada beberapa tokoh yang menjadi perintis yang membuka jalan baru menuju perkembangan ilmiah yang modern. Salah satunya adalah Francis Bacon (1561-1623) merupakan filsuf yang meletakkan dasar filosofisnya untuk perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Dia merupakan bangsawan Inggris yang terkenal dengan karyanya yang bermaksud untuk menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan teori baru.
Pada masa filsafat modern ini terdapat beberapa aliran yang berkembang pada masa itu, diantaranya yaitu:
a.       Idealisme
Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap bahwa realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa. Ide-ide dan pikiran atau yang sejenis dengan itu. Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pikiran manusia.
b.      Materialisme
Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum agama dimana-mana. Hal ini disebabkan bahwa faham materialisme ini pada abad ke-19 tidak mengakui adanya Tuhan (atheis) yang sudah diyakini mengatur budi masyarakat. Pada masa ini, kritikpun muncul di kalangan ulama-ulama barat yang menentang Materialisme.
c.       Dualisme
Dualisme adalah ajaran atau aliran/faham yang memandang alam ini terdiri atas dua macam hakekat yaitu hakekat materi dan hakekat rohani. Kedua macam hakekat itu masing-masing bebas berdiri sendiri, sama azazi dan abadi. Perhubungan antara keduanya itu menciptakan kehidupan dalam alam.
d.      Empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme.
Metode yang digunakan adalah metode induktif. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti. Ilmu harus dapat diuji melalui pengalaman, dengan demikian kebenaran yang diperoleh bersifat aposteriori yang berarti setelah pengalaman (post to experience).

e.       Rasionalisme
Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Aliran ini mengembangkan pengetahuan dengan bersumber pada akal pikiran manusia.
Semua pemikiran yang dilakukan berdasarkan deduksi, yaitu suatu pembuktian dengan menggunakan logika. Kesimpulan mengenai suatu hal diperoleh dengan cara menurunkannya dari pernyataan-pernyataan lain yang disebut premis (alasan) yang m mendasari argument (bahan perbedaan pendapat) (Nasoetion, 1988).
f.       Fenomenalisme
Secara harfiah fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomena (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang fenomenalis suka melihat gejala. Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori. fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang langsung. Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran, "a way of looking at things".
g.      Intusionalisme
Intusionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi Intuisi adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu pola berfikir tertentu dan sering bercampur aduk dengan perasaan.
Rasionalisme dan empirisme adalah dua aliran dalam bidang filsafat yang berpengaruh dalam perkembangan filsafat abad ke-17. Rasionalisme adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul.
Immanuel Kant (22 April 1724 - 12 Februari 1804) adalah seorang filsuf asal Jerman pada abad ke-18. Kant menciptakan sebuah perspektif baru dalam filsafat yang berpengaruh luas pada filsafat dan terus berlanjut sampai ke abad ke-21.
Tujuan utama dari filsafat kritis Kant adalah untuk menunjukkan, bahwa manusia bisa memahami realitas alam (natural) dan moral dengan menggunakan akal budinya. Pengetahuan tentang alam dan moralitas itu berpijak pada hukum-hukum yang bersifat apriori, yakni hukum-hukum yang sudah ada sebelum pengalaman inderawi. Pengetahuan teoritis tentang alam berasal dari hukum-hukum apriori yang digabungkan dengan hukum-hukum alam obyektif. Sementara pengetahuan moral diperoleh dari hukum moral yang sudah tertanam di dalam hati nurani manusia.
Kant membedakan jenis-jenis putusan menjadi dua jenis yang selama ini diterima umum. Kedua jenis putusan itu adalah (1) putusan analitis, dan (2) putusan sintetis. Pada putusan analitis, predikat sudah terkandung dalam subjek. Di sini predikat dalam putusan adalah analisis atas subjek, karena itu tidak ada unsur baru dalam putusan itu. Sifat putusan analitis adalah apriori murni, disebut juga pengetahuan murni. Disebut demikian karena konsep-konsep yang membangun pengetahuan tidak diturunkan dari pengalaman, melainkan berasal dari struktur-struktur pengetahuan subjek sendiri (kosong dari pengalaman empiris). Sementara dalam putusan sintetis, predikat tidak terkandung dalam subjek. Predikat memberikan informasi baru yang sifatnya aposteriori. Jenis putusan sintetis adalah aposteriori. Ilmu alam memiliki karakter putusan sintetis ini.
Ada jenis pengetahuan lain yang tidak bersifat apriori murni tetapi juga bukan sintetis aposteriori. Jenis putusan ketiga inilah yang diusulkan dan menjadi sumbangan terbesar Immanuel Kant, yakni putusan sintetis apriori. Menurut Kant, selalu ada dua unsur dalam setiap penampakan objek, yakni unsur materi (materia) dan unsur bentuk (forma). Unsur materi selalu berhubungan dengan isi pengindraan, sementara unsur bentuk memungkinkan berbagai penampakan tersusun dalam hubungan-hubungan tertentu. Di sini forma atau bentuk merupakan unsur apriori dari pengindraan sementara materi merupakan unsur aposteriori. Dalam setiap pengindraan, selalu beroperasi dua kategori ini dalam rasio manusia, yakni forma ruang (raum) dan forma waktu (Zeit). Kant menunjukkan adanya sintesis jenis pengetahuan rasionalisme dan pengetahuan empirisme. Sehingga dalam pemikiran Kant jelas diperlihatkan bagaimana unsur jenis pengetahuan analitis apriori (rasionalisme) dan sintetis aposteriori (empirisme) dapat didamaikan. Bagi Kant, putusan-putusan yang adalah pengetahuan tidak lain adalah sintesis antara aspek aposteriori (benda yang menampakan diri dan yang sudah melalui proses pengindraan internal) dengan aspek apriori.
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume. Tokoh dalam filsafat politik antara lain: Thomas Hobbes, John Locke, Jean-Jacques Rousseau, Karl Marx, Friedrich Engels, John Stuart Mill, Jeremy Bentham, James Mill. Tokoh dalam idealisme antara lain: Immanuel Kant, Georg Wilhelm Friedrich Hegel, Arthur Schopenhauer, Francis Herbert Bradley.
Masa Postmodern
Setelah masa modern berakhir, dimulailah masa postmodern (masa setelah modern). Masa postmodern ini diawali sekitar pada abad ke-20. Salah satu ciri perkembangan masyarakat abad ke-20 ditandai oleh pemikirannya terhadap keberadaannya dan sikap dasar pribadi tentang pandangannya (Semiawan, dkk, 1999). Sedangkan ciri pemikiran di masa postmodern ini adalah pluralitas berpikir dihargai, setiap orang boleh berbicara dengan bebas sesuai pemikirannya. Postmodernisme menolak arogansi dari setiap teori, sebab setiap teori punya tolak pikir masing-masing dan hal itu berguna.
Postmodernisme berupaya untuk mempertanyakan suatu epistemologi modernis yang didasarkan atas pembedaan subjek dan objek secara jelas. Selain itu, hal lain terkait dengan postmodernisme adalah adanya ketidakpercayaan kepada metanarasi (Lyotard) – yang berarti tidak adanya penjelasan global tentang perilaku yang bisa dipercaya dalam zaman rasionalitas yang bermuatan tujuan. Tokoh yang dianggap memperkenalkan postmodernisme adalah Francois Lyotard, lewat bukunya, “The Postmodern Condition: A Report on Knowledge”. Ciri terpenting dalam postmodernisme adalah relativisme dan mengakui pluralitas. Menurut para postmodernis, tidak ada suatu norma yang berlaku umum. Setiap bagian memiliki keunikan tersendiri sehingga tidak dapat menerima pemaksaan penyeragaman.
Aliran pada masa sebelumnya masih mencakup bahasan yang luas, dan dapat beririsan satu sama lain. Pada abad ke-20, lebih banyak lagi aliran filsafat yang berkembang. Aliran-aliran tersebut antara lain: positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neo-kantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi.
Zaman Kontemporer dimulai pada abad ke 20 hingga sekarang. Filsafat Barat kontemporer memiliki sifat yang sangat heterogen. Hal ini disebabkan karena profesionalisme yang semakin besar. Sebagian besar filsuf adalah spesialis di bidang khusus, seperti matematika, fisika, sosiologi, dan ekonomi.
Masa kini (kontemporer) telah berhasil menjadikan masa yang dapat disebut sebagai Power Now. Di era ini muncul berbagai macam sikap pemikiran, antara lain: pragmatisme, militerisme, kapitalisme, hedonisme, materialisme, positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, dll. Pada masa ini, spiritualitas mulai tergencet oleh keberadaan teknologi, ekonomi, dan politik. Aliran-aliran yang muncul kemudian adalah hasil dari pemikiran manusia yang kemudian terwujud dalam sikapnya menghadapi kehidupan di masa sekarang ini.
Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi. Nilai akhir dari suatu ide atau kebenaran yang disepakati adalah kegunaannya untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis. Pragmatisme mengajarkan bahwa sesuatu hal yang benar adalah sesuatu yang akibatnya bermanfaat secara praktis. Jadi, pragmatisme memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran. Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis. Aliran ini sangat terkenal di Amerika Serikat. Tokoh yang terpenting dalam aliran ini adalah William James (1842-1910). Pragmatisme pertama kali diumumkan dalam sebuah kuliah di Berkeley pada tahun 1898, berjudul “Philosophical Conceptions and Practical Results”. Tokoh dalam pragmatisme antara lain: Charles Sanders Peirce, William James, John Dewey.
Vitalisme berpandangan bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya atau prinsip vital yang berbeda dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap perkembangan ilmu teknologi serta industrialisme, di mana segala sesuatu dapat dianalisa secara matematis. Tokoh terpenting dalam vitalisme adalah Henri Bergson (1859-1941).
Fenomenologi berasal dari kata phenomenon yang berarti gejala atau apa yang tampak. Jadi, fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri. Fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl. Tokoh dalam fenomenologi adalah Edmund Husserl dan Martin Heidegger. Husserl mengatakan bahwa apa yang dapat kita amati hanyalah fenomena bukan sumber dari gejala itu sendiri dan dari apa yang kita amati, terdapat beberapa hal yang membuatnya tidak murni sehingga perlu diakan reduksi. Langkah – langkah yang harus dilakukan adalah melakukan reduksi fenomenologi dan reduksi eiditis.
Kapitalisme atau kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.
Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Sementara itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai materialis. Orang-orang ini adalah para pengusung paham (ajaran) materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata (harta, uang, dsb).
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Sebenarnya, istilah eksistensialisme tidak menunjukan suatu sistem filsafat secara khusus. Eksistensi adalah cara berada di dunia. Benda mati dan hewan tidak menyadari keberadaannya di dunia ini. Akan tetapi manusia sadar hal tersebut. Itulah sebabnya, segala sesuatu mempunyai arti sejauh masih berkaitan dengan manusia. Dengan kata lain, manusia memberikan arti kepada segala hal. Filsafat ini bertitik tolak kepada manusia konkret, manusia yang bereksistensi. Dalam kaitan dengan ini mereka berepndapat bahwa pada manusia, eksistensi mendahului esensi. Tokoh yang penting dalam filsafat eksistensialisme adalah Martin Heidegger, Jean-Paul Sartre, Søren Kierkegaard, dan Friedrich Nietzsche.
Filsafat analitis atau filsafat bahasa merupakan reaksi terhadap idealisme, khususnya Neo-hegelianisme. Para penganutnya menyibukkan diri dengan menganalisa bahasa dan konsep-konsep. Aliran ini muncul di Inggris dan Amerika Serikat sekitar tahun 1950. Tokoh penting dalam filsafat ini adalah Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Gilbert Ryle, Moritz Schlick, Rudolf Carnap, Gottlob Frege, George Edward Moore, dan John Langshaw Austin.
Wittgenstein (semasa di Jerman Austria) memunculkan paham Picture Theory (teori gambar) dalam buku yang berjudul Tractatus logico-philosophicus. Teori ini menjelaskan peran bahasa yang melukiskan kenyataan yang ada secara tepat dan konsekuen. Sesuatu yang tidak nyata, atau non pengalaman indrawi tidak dapat diungkapkan dalam bahasa. Baginya, gambar bukan sesuatu yang dapat melukiskan kesamaan material belaka, melainkan kesamaan struktural. Jadi sesuatu yang tak dapat dilukiskan, bukan merupakan sebuah kenyataan atau fakta. Wittgenstein (saat kembali ke Cambridge) ia menyatakan bahwa bahasa mulai dipahami dalam konteks pemakaiannya, tidak sebagai hukum yang terlepas atau terpisah dari kondisi aktual. Pemikirannya ini ia rumuskan dalam bukunya Philosophical Investigations dengan istilah Language Games atau Permainan Bahasa. Menurut pandangan ini, bahasa berperan tergantung dimana ia digunakan. Dengan demikian, bahasa tidak lagi hanya ditangkap dalam pengertian semantik sempit dalam batasan morfem, melainkan dalam keseluruhan kekayaan ekspresi manusia, termasuk yang di luar logika atau penalaran.
Strukturialisme muncul di Prancis pada tahun 1960, dan dikenal pula dalam linguistik, psikiatri, dan sosiologi. Strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap. Berbeda dengan filsafat eksistensialisme yang menekankan pada peranan individu, strukturialisme memandang manusia “terkungkung” dengan berbagai struktur di sekelilingnya. Strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip linguistik. Tokoh – tokoh yang memiliki peranan penting dalam filsafat strukturialisme adalah Levi Strauss, Jacques Lacan, dan Michel Foucault.

A.    Simpulan dan saran
1.      Simpulan
Filsafat mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya waktu dan berkembangnya pemikiran manusia. Filsafat dapat digolongkan berdasarkan wilayah perkembangan, dapat pula berdasarkan waktu. Berdasarkan waktu, dapat dibagi menjadi masa klasik, masa abad pertengahan, masa modern, masa postmodern, dan masa kini atau kontemporer. Tiap masa memiliki ciri dan tokoh masing-masing yang tercacat dalam sejarah filsafat.
2.      Saran
Mempelajari filsafat merupakan salah satu cara dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Tetaplah membaca sejarah karena sejarah akan mengajarkan kita apa yang tidak harus kita alami terlebih dulu.


D.    Daftar Referensi

Ahnafi. 2009. Filsafat modern.http://ahnafiabadi.blogspot.com/2010/05/normal-0-false-false-false_234.html (diaksespada Minggu,30 September 2012 pukul 21.50 WIB)

Andi Hakim Nasoetion. 1989. Pengantar ke Filsafat Sains. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa.

Anonim. Filsafat. www.wikipedia.com (diakses pada Sabtu, 15 September 2012 pukul 07.37 WIB).

_____. Plato. www.wikipedia.com (diakses pada Senin, 17 September 2012 pukul 18.42 WIB).

_____. Aristoteles. www.wikipedia.com (diakses pada Senin, 17 September 2012 pukul 18.44 WIB).

_____. Parmenides. www.wikipedia.com (diakses pada Senin, 17 September 2012 pukul 18.43 WIB).

_____. Neoplatoisme. www.wikipedia.com (diakses pada Senin, 17 September 2012 pukul 18.47 WIB).

_____. 2008. Filsafat modern. http://intl.feedfury.com/content/16333544/-filsafat-rasionalisme.html (diaksespada Minggu, 30 September 2012 pukul 21.43WIB)

Bramanti Kusuma. Filsafat klasik. http://filsafat.kompasiana.com/2011/03/26/rasionalisme-empirisme-dan-kritisisme.htm (diakses pada Minggu, 30 September 2012 pukul 21.42 WIB)
Conny R. Semiawan, I Made Putrawan, Th. I. Setiawan. 1999. Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Scar. Filsafat abad pertengahan. http://scarmakalah.blogspot.com/2012/02/filsafat-abad-pertengahan.html (diakses pada Minggu, 30 September 2012 pukul 21.48 WIB).

Slamet utomo. Filsafat klasik. http.muhammadimronpba.blogspot.com/2011/08/filsafat-klasik-abad-pertengahan-modern.html (diakses pada Minggu, 30 September 2012 pukul 21.45 WIB)

Sunny. Filsafat klasik. http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/04/sejarah-filsafat-klasik-filsafat-yunani.html (diakses pada Minggu, 30 September 2012 pukul 21.47 WIB)

Komentar

  1. Terima kasih karena telah meninggalkan komentar. Mohon maaf karena baru menanggapi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

mencari

setiap kita adalah pencari pencari makna pencari makan pencari berita   bagi para pencari proses ini tidak akan berhenti, karena belajar salah satunya dengan mencari   yang kemudian perlu dijadikan pagar adalah bahaimana pencarian berlandaskan pada aturan yang tidak menyimpang dan disertai permohonan agar tetap diberikan petunjuk oleh Yang Maha Menciptakan

reflect

cerita sore hari kemarin seperti biasa aku pulang menempuh jalan yang biasa aku lalui dan sebagaimana biasanya, macet melanda hampir 1 kilometer sebelum lampu merah di pertigaan jalan besar itu dan.. jika aku lebih sering menghindar dari kemacetan dengan menggunakan jalur yang lain lewat ring road utara tapi semalam, entah aku berkeyakinan dapat menembus kemacetan dengan sabar sehingga jalur yang aku lalui jalur biasanya dan baik saja hasil dari menempuh kemacetan itu ternyata adalah....... jalur biasanya dialihkan ^o^ sudah cukup lam berada dalam kemacetan, sampai di pertigaan justru tidak bisa lurus seperti biasanya malah diminta untuk memutar jalan ke utara yang pastinya di putaran itu (u-turn) juga pasti ramai dan macet alhasil, aku pun memilih untuk memutar lebih jauh dan menuju putaran yang bisa aku temui jika aku lewat jalan alternatif ring road tadi pelajaran yang dapat kupetik sebagaimanapun kita menyikapi positif apa yang ada di hadapan kita tetaplah

drama

Hidup itu adalah drama Tak jarang kita melontarkan kalimat "ah, drama!" pada apa yang terjadi pada orang di sekitar kita ketika ia bercerita Tapi, ingatkah kita? Bahwa hidup kita pun adalah drama Drama yang kita lalui Drama yang kita lah pemeran utamanya Tapi kenapa? Kita baru menyebut drama ketika orang lain bercerita Ketika kita tidak ada di sana sebagai pemeran utama Apakah karena kita lebih suka mengamati drama orang lain? Ataukah karena kita tidak berani menjadi tokoh utama dalam drama kita sendiri? Mana yang benar ini?