Langsung ke konten utama

refleksi 091012


Determinisme
Determinisme berasal dari bahasa Inggris yaitu to determine, yang berarti memberlakukan sifat, menjatuhkan sifat pada objek atau benda lain. Kondisi demikian bila dilakukan dalam porsi yang sedikit dapat merugikan bagi orang yang diberlakukan sifat padanya. Apabila sifat ini semakin sering dilakukan, maka akan dapat membunuh objek yang dikenai sifat tersebut. Membunuh disini berarti padakematian sifat asli dari objek yang bersangkutan, yang ditimpa sifat oleh pihak yang berlaku determin.
Sebagian besar orang sangat suka menjatuhkan sifat pada orang yang lain. Bahkan tumbuhan maupun hewan dapat saja melakukan determin pada tumbuhan, hewan, maupun unsur lain. Misalnya saja tumbuhan yang sesuai dirinya melakukan pembelitan terhadap batang pohon sehingga bagian dari batang pohon itu tertutupi olehnya, berarti tumbuhan pembelit itu telah berlaku determin terhadap tumbuhan yang dililitnya.
Pada manusia, manusia akan cenderung menjadi determin terhadap orang yang berada di bawah kekuasaannya. Orang yang suka memaksakan kehendak dapat tergolong menjadi orang yang determin. Orang yang banyak menentukan nasib orang pun dapat dikatakan telah berlaku determin. Manusia cenderung bersifat demikian karena kemanusiaannya. Akan tetapi, hal ini harusnya dapat dikendalikan oleh etika dalam masyarakat maupun dalam kehidupan.
Determin juga dapat diartikan sebagai menentukan batas dari sesuatu. Menentukan batas dapat dikatakan membatasi. Membatasi yang dimaksudkan dapat saja membatasi pemikiran, pengalaman, sifat, sikap, danlain sebagainya.
Apabila proses belajar adalah proses yang berlangsung pada diri pembelajar, maka selayaknya ia tidak dibatasi untuk mengetahui hal-hal yang ingin ia ketahui. Baik yang akan ia peroleh secara langsung, maupun yang ia peroleh secara tidak langsung. Maka hakekat guru adalah sebagai fasilitator dalam ia belajar.
Sesungguhnya saat kita membatasi seseorang, baik dalam sifat dan lain sebagainya, maka kita telah berlau tidak adil. Dan tanpa sadar telah membunuh karakter dari seseorang. Bila hal ini dapat segera terdeteksi dan berupaya untuk mengobatinya, maka hal ini tak mengapa. Seperti halnya dokter yang mengetahui diagnose penyakit dari pasiennya dan berusaha untuk mengobati pasien tersebut. Tetapi, hal ini akan semakin serius apabila tidak segerea terdeteksi dan ditangani dengan semestinya. Kondisi demikian dapat saja membunuh karakter bagi orang yang bersangkutan.
Terkadang seseorang tidak mengetahui bahwa ia telah berlaku determin. Begitu pula sebaliknya, orang yang diberlakui determin, terkadang juga tidak menyadari bahwa ia tengah dibatasi oleh predikat-predikat atau sifat yang diberikan oleh seorang yang determin terhadapnya.
Kondisi demikian membutuhkan komunikasi yang aktif antara kedua belah pihak. Sebagaimana yang bisa dilakukan apabila seseorang tengah terlibat masalah dengan orang lain. Segalanya memang perlu dikomunikasikan. Selain agar tidak terjadi salah paham, juga agar dapat meminimalkan resiko atau akibat dari suatu hal atau tindakan.
Jika ada pameo “aturan ada untuk dilanggar”, saya rasa hal ini tidaklah benar sepenuhnya. Mengingat kebenaran juga merupakan hal yang relative, terikat ruang dan waktu, serta subjek dan objeknya. Aturan ada adalah untuk ditaati, untuk dapat mengupayakan keseimbangan. Manusia adalah manusia yang tidak memiliki keseimbangan absolute. Keseimbangan yang ada padanya adalah relative. Sehingga taraf mematuhi aturan akan cenderung berbanding lurus dengan keseimbangan yang akan diciptakan.
Selain mematuhi aturan yang berlaku, tiap manusia juga harus berupaya untuk mengadakan yang belum ada menjadi ada. Sebelumnya belum memiliki pengetahuan tentang antariksa misalnya, maka belajarlah tentang antariksa. Bila belum tahu mekanisme pencernaan, belajarlah tentang mekanisme pencernaan. Karena sebenarnya, setiap pengetahuan yang kita dapatkan, adalah kekayaan bagi kita. Dan kekayaan ini akan bertambah bila dapat kita manfaatkan atau dimanfaatkan orang lain dengan baik.

Pertanyaan:
1.      Bilamana manusia harus meletakkan pikirannya pada kondisi manusiawi?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mencari

setiap kita adalah pencari pencari makna pencari makan pencari berita   bagi para pencari proses ini tidak akan berhenti, karena belajar salah satunya dengan mencari   yang kemudian perlu dijadikan pagar adalah bahaimana pencarian berlandaskan pada aturan yang tidak menyimpang dan disertai permohonan agar tetap diberikan petunjuk oleh Yang Maha Menciptakan

reflect

cerita sore hari kemarin seperti biasa aku pulang menempuh jalan yang biasa aku lalui dan sebagaimana biasanya, macet melanda hampir 1 kilometer sebelum lampu merah di pertigaan jalan besar itu dan.. jika aku lebih sering menghindar dari kemacetan dengan menggunakan jalur yang lain lewat ring road utara tapi semalam, entah aku berkeyakinan dapat menembus kemacetan dengan sabar sehingga jalur yang aku lalui jalur biasanya dan baik saja hasil dari menempuh kemacetan itu ternyata adalah....... jalur biasanya dialihkan ^o^ sudah cukup lam berada dalam kemacetan, sampai di pertigaan justru tidak bisa lurus seperti biasanya malah diminta untuk memutar jalan ke utara yang pastinya di putaran itu (u-turn) juga pasti ramai dan macet alhasil, aku pun memilih untuk memutar lebih jauh dan menuju putaran yang bisa aku temui jika aku lewat jalan alternatif ring road tadi pelajaran yang dapat kupetik sebagaimanapun kita menyikapi positif apa yang ada di hadapan kita tetaplah

drama

Hidup itu adalah drama Tak jarang kita melontarkan kalimat "ah, drama!" pada apa yang terjadi pada orang di sekitar kita ketika ia bercerita Tapi, ingatkah kita? Bahwa hidup kita pun adalah drama Drama yang kita lalui Drama yang kita lah pemeran utamanya Tapi kenapa? Kita baru menyebut drama ketika orang lain bercerita Ketika kita tidak ada di sana sebagai pemeran utama Apakah karena kita lebih suka mengamati drama orang lain? Ataukah karena kita tidak berani menjadi tokoh utama dalam drama kita sendiri? Mana yang benar ini?